Tata
Cara Pelaksanaan Umrah
Muhammad
Abduh Tuasikal, MSc
Pertama:
Jika
seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum
berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai
wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.
Kedua:
Pakaian
ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung
dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah
disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai
cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.
Ketiga:
Berihram
dari miqat untuk dengan mengucapkan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“labbaik
‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Keempat:
Jika
khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang
lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di
atas dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
“Allahumma
mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau
menahanku).
Dengan
mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika
seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan
bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).
Kelima:
Tidak
ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat
wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.
Keenam:
Setelah
mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan
memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan
lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك
“Labbaik
Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata,
laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku
menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya
segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Ketujuh:
Jika
memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.
Kedelapan:
Masuk
Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Allahummaf-tahlii
abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]
Kesembilan:
Menuju
ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah
Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak
memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium
tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya,
maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium
tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Kesepuluh:
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.
Kesebelas:
Disunnahkan
pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan
mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka
tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.
Keduabelas:
Ketika
berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Robbana
aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya
Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)
Ketigabelas:
Tidak
ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada
no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir
yang ia suka.
Keempatbelas:
Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).
Kelimabelas:
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]
Keenambelas:
Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.
Ketujuhbelas:
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.
SA’I UMRAH
Kedelapanbelas:
Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
“Innash shafaa wal marwata min sya’airillah” (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapan,
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.
Kesembilanbelas:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
(3x)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah
Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada
sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang
menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada
sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah
melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu
dengan sendirian.”[4]
Keduapuluh:
Bacaan
ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan
do’a apa saja yang dikehendaki.
Keduapuluhsatu:
Lalu
turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.
Keduapuluhdua:
Disunnahkan
berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu
hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa
menuju Marwah dan menaikinya.
Keduapuluhtiga:
Setibanya
di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap
kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja
yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.
Keduapuluhempat:
Kemudian
turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk
berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari,
lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua
putaran.
Keduapuluhlima:
Lakukanlah
hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.
Keduapuluhenam:
Ketika
sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau
membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.
Keduapuluhtujuh:
Jika
membaca do’a ini:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Allahummaghfirli
warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah
mengapa karena telah diriwayatkan dari
‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya
mereka membacanya ketika sa’i.
Keduapuluhdelapan:
Setelah
sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur
gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita,
cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Keduapuluhsembilan:
Setelah
memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah
dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan
ihram.
Demikianlah
ringkasan amalan umrah yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis
Manasik Haji dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.
Preparing
one day before umroh, 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University, Riyadh, KSA
Muhammad
Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com
[1]
Do’a masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu
Sa’id:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا
خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika
salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah,
‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu
rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min
fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no.
713)
[2]
Yang dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim
jika kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan karena dipadati
oleh orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan shalat, maka boleh shalat di
tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.
[3]
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang
disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو
الله أحد ) و ( قل
يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل
هو الله أحد
“Lantas
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan
Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut,
beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun
(surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul
yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al
Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, hal. 56)
[4]
HR. Muslim no. 1218.
Sumber
https://rumaysho.com/2654-tata-cara-pelaksanaan-umrah333.html
No comments:
Post a Comment